“Hahaha” sesosok siluman yang setengah manusia, berloncatan diatas rumah penduduk yang hangus terbakar. “Hanya aku yang berhak mendapatkan bola empat arwah,” ucap siluman itu memegang sebuah bola kecil. “Ini yang pantas kalian dapatkan!” Boom!
“Dengan ini…” pikir siluman itu, melihat ke arah bola yang dipegangnya. “Aku bisa berubah jadi siluman…”
“Inuyasha!!” panggil seseorang. SRUKK!! Sebuah panah menancap di dada Inuyasha.
“!!”
“Ki..Kikyo…” ucap siluman bernama Inuyasha itu, melihat ke arah seorang wanita yang memegang busur panah.
“Beraninya kau…” ucap perempuan bernama Kikyo. “Bola ini… demi barang seperti ini…”
“Kami harus merawatmu, kumohon kak…” “luka anda parah..” “nona Kikyo…” ucap warga desa mendekati Kikyo yang memang terlihat terluka parah.
“Aku tidak akan bertahan…” ucap Kikyo. “Dengarkan baik-baik, Kaede…” ucapnya pada seorang anak dengan mata diperban sebelah. “Bawa ini, dan bakar bersama abu-ku…” ucapnya menyerahkan bola itu.
Bola ini tidak boleh… jatuh di tangan yang salah lagi! Aku akan membawa bola ini bersamaku… ke alam baka!!
Sementara terlihat kondisi siluman yang bernama Inuyasha sudah tertancap di pohon dengan panah di dadanya. Ia telah disegel..
----- Tokyo 1997 -----
“Bola Shikon…?”
“Ya. Selama ada yang memiliki ini, keluarganya akan mendapatkan keselamatan dan kemakmuran.” ucap seorang kakek menjelaskan tentang bola shikon kepada seorang remaja.
“orang-orang harus membayar…Jadi untuk bola ini?” tanya remaja perempuan itu.
“Dengaran ceritanya, Kagome …” Kakek itu berniat cerita. “Pada awalnya ‘bola empat arwah’…”
“Simpan nafasmu, kakek.”
“Kakek ingat hari apa besok?” tanya Kagome.
“Bahaimana bisa aku melupakan hari ulang tahun cucuku yang lucu?” Kakek itu mengeluarkan kado dari balik badannya.
“Wah~ kado ini untukku?”
“Ini terlalu cepat, tapi… selamat ulang tahun, Kagome!!” Kakek itu menyodorkan kadonya.
Kagome membuka kadonya, dan isinya tangan. Ya, tangan.
“Itu adalah tangan ‘Kappa’ si peri air.” ucap kakek menjelaskan ‘tangan’ yang ada didalam kado itu. “ Legenda bilang siapapun yang memiliki itu…”
“Ini Buyo, makan siang…” Kagome memberikan tangan itu kepada kucingnya.
“Hei, hei, kau tahu berapa harganya??”
‘Rumah’ku juga sebuah kuil tua. Aku tinggal bersama kakek, ibu, dan adikku. ada sebuah pohon keramat abadi ‘Go-Shinboku’ yang berumur 500 tahun. Dan sebuah sumur tertutup yang punya legendanya sendiri. Kenyataannya, segala sesuatu dirumahku adalag legenda, tapi…
….Tidak peduli berapa kali kakek menceritakannya padaku, Aku selalu melupakannya… Aku tidak pernah berniat mengingatnya… Bahkan sampai hari ini…
“Hei, Sota!!” panggil Kagome ke anak lelaki yang merupakan adiknya.
“Kakak!?”
“Kau tidak seharusnya bermain disini!” ucap Kagome. Itu adalah wilayah tempat sumur tertutup.
“Tapi Buyo… dia…” ucap anak lelaki itu dengan gagap.
…
“Di…didalam sumur!?”
Pada akhirnya, Kagome dan Sota masuk ke ruang tempat sumur itu berada.
Buyo…” panggil Sota. kreeekk.. suara kayu penopang didekat sumur itu.
“Dia ada di suatu tempat dibawah sana…” ucap Kagome melongok ke bawah. “Ayo keluarkan dia…!!” Dia maksudnya si kucing Buyo.
“Tapi tidakkah tempat ini agak… membuatmu ngeri?” ucap Sota.
“Jadi kau takut?” tanya Kagome. “Kau laki-laki, kan?”
Kch, kch, kch… terdengar suara dari sumur yang tertutup. Sota langsung berlari ke belakang kakaknya.
“A..ada sesuatu disana!”
“Seperti… oh… kucing kita?” ucap Kagome datar.
Kagome turun untuk memeriksa.
Kch, kch, kch,… suara itu masih terdengar.
“Itu berasal dari… dalam sumur…?” ucap Kagome. “Kau pasti bercanda…”
Rrrr.. Rrrr… Miauw!! Kucingnya datang dan mendengkur dibawah kaki Kagome secara tiba-tiba.
“Kyaaaa~”
Teriakan Kagome membuat Sota terkesiap.
“Jangan berteriak seperti itu!! Kau menakutiku!!”
“Kau ini…” ucap Kagome kepada adiknya yang penakut itu.
Kriik.. terdengar suara dari dalam sumur.
“Ka.. Kagome…” ucap Sota.
KRAKK!! Penutup sumur itu patah, dari dalamnya muncul sesosok siluman bertangan enam yang langsung menarik Kagome.
“Ah!!” Kagome terkejut. “Tidak mungkin---Tidak!!”
“Menyenangkan…” ucap siluman itu yang berhasil menarik Kagome terjun ke dalam sumur. “.Kekuatan yang aku rasakan…” badan siluman itu seperti Kelabang. *kalian tau kelabang? O.o
“Aku tidak akan… melepaskannya…” ucap Siluman itu. “Bola…empat…arwah…”
“Bola.. empat..?” Kagome mengulanginya.
SRUKK!! DNK DNK!! Kagome sampai di tempat dimana Ia bisa melihat jalan keluar tempat cahaya masuk.
“Apa yang tadi itu… hanya mimpi?” pikirnya. Sebuah tangan keluar dari tanah di dekatnya. “Kurasa bukan…”
Aku tidak akan melepaskannya… bola empat arwah… Kagome teringat kata-kata siluman itu.
“Bola empat arwah, apa lagi yang kakek katakana setelahnya?” Kagome mencoba mengingat namun tidak berhasil. “Aku… aku harus keluar dari sini…”
“Sota!! Apa kau disana? cepat panggil kakek sekarang!!” teriak Kagome ke sumber cahaya yang Ia kira lubang sumur itu. Karena tidak mendengar balasan Sota, Kagome akhirnya memanjat.
“Pecund*ng… dia pasti lari…” Kagome memanjat sambil memaki-maki adiknya. Akhirnya Kagome sampai di atas, dan…
“Uff… huh!?” Ia kaget melihat pemandangan yang sama sekali tidak seperti di rumahnya.
“Dimana ini?” tanyanya, melihat ke sekeliling. Aku terjatuh ke dalam sumur di kuil, tapi…
“Kakek!! Ibu!!” Ia mencoba memanggil orang-orang yang dikenalnya. “Sekarang tidak ada bekas dari kuil..” pikirnya.
“Oh! Pohon tua abadi!!” serunya ketika melihat pohon yang berumur 500 tahun itu. Tapi, pohon itu tidak seperti yang dirumahnya… pohon itu kuat dan segar…
“Saat aku masih kecil, aku selalu bisa menemukan jalan pulang dari sini…” pikir Kagome, berlari ke arah pohon itu.
“Eh…”
Ia melihatnya, sosok setengah siluman yang terkulai di pohon itu dengan panah yang menancap di dada..
“Um… kau tak apa?” tanya Kagome pada mahkluk itu. Tak ada jawaban. “Halo…?”
Kagome terkejut ketika melihat telinga mahkluk itu, telinga yang lain daripada yang lain.
“Itu… bukan telinga manusia…” Kagome mendekat. ‘Tiba-tiba aku ingin menyentuh telinganya…’ pikirnya.
Wutt wutt wutt, Kagome memainkan telinga itu.
‘Walau aku tahu ini bukan saat dan tempat yang tepat untuk…’ pikiran Kagome terpotong oleh…
“Apa yang kau lakukan disana!!??”
Hyuung… Hyuuungg… KK!! KK!! Panah-panah menancap di pohon itu, nyaris mengenai Kagome.
…
“Ya, gadis yang berpakaian aneh!” “Kau menemukannya di hutan Inu-yasha?”
“…?” Kagome bingung dengan orang-orang itu. Dan ‘pakaian aneh’ itu maksudya pakaian seragam yang dikenakan Kagome. Karena disana orang-orangnya terlihat mengenakan Kimono…
“Kau orang asing?” “Ini tanah terlarang!!” ucap orang-orang itu, pada akhirnya…
“Hei!! Kalian tidak bisa mengikatku seperti ini, tahu!!” protes Kagome karena tubuhnya diikat.
“Aku bertaruh, dia seorang mata-mata.” ucap seorang warga. “Lalu pertarungan ‘brewin’ yang lain?” tanya warga lainnya.
“Dia mempunyai kitsune rubah yang memperdayai dengan berubah menjadi gadis.” “pssst pssst” para warga desa it uterus saja membuat gossip.
“…aku dalam cerita sejarah…” pikir Kagome. “…Masa Sengoku… fedalisme…’keadaan sedang berperang’…”
“Beri jalan! beri jalan!” ucap warga desa. “Nona Kaede, si pendeta sudah datang!”
Muncullah seorang nenek membawa busur dengan mata ditutup sebelah. “Siapa kau?” tanyanya pada Kagome. “Mengapa tadi kau berada di hutan Inu-yasha? Sumur?”
“Huh!? Orang aneh ini makin aneh saja…” pikir Kagome.
“Eh..” nenek itu terdiam. “Biar kulihat wajahmu.” Ia menyentuh dagu Kagome agar wajahnya terfokus untuk dilihat. “Biasakan terlihat seperti orang pintar, dong.”
“Hmph!”
“Kau seperti dia…” ucap nenek itu. “Walau kakakku…Kikyo…”
“Apa?”
Nenek itu bercerita …*nostalgia ceritanya~ #plak.
“Kikyo adalah seorang pendeta desa… juga seorang pelindung…”
----- Flashback ke masa lalu nenek Kaede -----
“Dengarkan baik-baik, Kaede…” ucap Kikyo waktu itu. “Bawa ini, dan bakar bersama abu-ku…” Kikyo memberikan sebuah bola ke anak kecil yang tak lain merupakan adiknya itu, Kaede.
----- Flashback berakhir -----
“Itu sudah lebih dari 50 tahun yang lalu… dia mati ketika aku masih kecil…” ucap pendeta Kaede sambil menyalaan api. “Ada apa? Tidak lapar?” mereka ternyata sudah berada di dalam rumah pendeta Kaede.
“Um…” Kagome ragu-ragu. “Anu, apakah aku bisa melepaskan ikatanku?”
“Oh.”
….
“Aku … uh…. tidak berpikir aku ada di Tokyo…” ucap Kagome sambil memakan nasi dengan sumpitnya. Tradisional.
“Aku belum pernah mendengarnya.” ucap pendeta Kaede. “Apa… itu tempat kelahiranmu?”
“….uh…. kurasa begitu.” ucap Kagome. “Aku hanya berpikir, aku harus pergi…”
Pergi… tapi kemana? dan bagaimana caranya…?
WAAA!! BAKK!! BAKK!! BAKK!! BAMM!! Terdengar suara kegaduhan diluar. Pendeta Kaede membuka jendelanya, “Apa yang bisa—“ belum selesai perkataanya, seekor mayat kuda terlempar ke arah Kagome.
“Ahh!!” Kagome menghindar.
Keechh, keecchh, bakk!! Terlihat siluman kelabang itu lagi. Mengusik di desa itu.Pandangan siluman itu terpaku ketika Ia melihat Kagome.
“Siluman yang sama…!!” pikir Kagome.
“Serahkan bola empat arwah padaku..” mahkluk itu berjalan dengan cepat ke arah Kagome berkat bantuan keenam tangannya.
“Bo..bola??” Kaede menatap bingung ke arah Kagome. “Kau punya bola empat arwah??”
“A..aku tidak yakin ….” jawab Kagome.
Sepintas terbesit dibenaknya, ‘Dia menginginkan aku!!’. Kagome melihat ke warga desa yang disiksa siluman itu. ‘Jika aku tidak menggiringnya pergi, orang-orang akan…’
“Baik tombak maupun panah tidak bisa menghentikannya!” seru seorang warga desa.
“Kalau kita bisa memancingnya ke sumur tua, kita bisa menangkapnya!” ucap pendeta Kaede.
“Sumur tua!?” tanya Kagome.
“Di hutan Inuyasha…” pendeta Kaede memperjelas.
‘Sumur di tempat aku keluar tadi…’ pikir Kagome. “Dimana hutannya!?”
“Arah timur…”
“Menuju cahaya itu?” tanya Kagome, memang terlihat ada cahaya di ufuk timur. “Ba..baiklah…”
Drap, drap, drap, Kagome berlari ke arah timur untuk mengalihkan si siluman.
“Kau tak akan lepas dari pandanganku…” Siluman kelabang itu mengerjar Kagome.
“Anak itu… apakah dia sungguh-sungguh?” ucap pendeta Kaede. “Dia bisa melihat aura jahat dari hutan…tidak wajar dia bisa melakukannya!” ternyata cahaya di timur tadi adalah aura jahat, dan tentu saja hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya. Dan aura jahat itu berasal dari…
DRKKOMM!!! SIRRKKK!! Sssshhh…. Seekor siluman yang tancap panah disebuah pohon membuka matanya perlahan…
“Bau ini…Bau dari seseorang yang telah membunuhku…” ucap siluman itu. “Semakin dekat!”
“Aku yakin bisa menemukan bantuan!” ucap Kagome yang sudah tidak jauh dari sumur itu, dan dari siluman ‘itu’….
Posting Komentar